Dengan petahana memilih jalur independen ketimbang
parpol, proses dan hasil Pilkada DKI Jakarta 2017 bakal menjadi barometer politik
nasional.
Tidak dapat dipungkiri, posisi Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok
sebagai petahana saat ini paling kuat di antara nama-nama bakal calon Gubernur DKI
yang telah muncul. Berbagai hasil survei pun menyokongnya.
Agar dapat mengalahkan Ahok, para penantang bisa saja menyerang.
Namun, bentuk serangan harus mencerminkan kecerdasan berpikir agar tidak dicemooh
pemilih.
Untuk mengalahkan Ahok bukan dengan cara diserang, melainkan justru
dengan bukti intelektual bahwa Ahok salah. Tudingan korupsi RS Sumber Waras
yang kerap diungkit-ungkit untuk menumbangkan Ahok. Faktanya, Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menemukan bukti Ahok melakukan tindak korupsi.
Kandidat kandidat penantang Ahok harus bisa meyakinkan publik untuk
pembenahan Jakarta yang lebih baik. Jika tidak, mereka tentu tidak bisa
menyaingi Ahok. Ahok itu incumbent dan sudah terlihat bukti hasil kerjanya berhasil atau tidak. Bukti
yang tersaji itu pula yang menyebabkan elektabilitas Ahok dari banyak survey masih
lebih tinggi daripada kandidat-kandidat lain.
Peneliti
senior CSIS J. Kristiadi mengungkapkan cara sederhana mengalahkan Ahok di
Pilkada DKI Jakarta tahun 2017. Kandidat penantang Ahok harus bisa membuktikan
diri bahwa bakal calon tersebut mempunyai prestasi yang lebih dari apa yang
sudah dikerjakan Ahok di DKI Jakarta. Melawan Ahok tidak bisa mengumbar janji
saja dan mengatakan bahwa “mereka akan” tetapi harus menunjukkan bukti bahwa
mereka sudah melakukan sesuatu khusus di level eksekutif. Ahok pasti akan
menjual kesuksesannya memimpin Jakarta, maka lawan minimal membuktikan hal serupa.
Kalau tidak, percuma lawan Ahok.
Cara lain mengalahkan
Ahok itu adalah dengan “cuek” terhadap aksi-aksi kontroversial yang
dilakukannya. Makin di bully, Ahok bukannya makin kerdil malah makin kuat.
Kandidat harus memperkenalkan diri di darat, bukan di medsos. Di medsos
ributnya bukan main, tapi yang memilih dan punya hak pilih belum tentu 20%
penduduk DKI. Kasus RS Sumber Waras dan kasus-kasus lainnya tidak akan
menjatuhkan Ahok. Belajar dari Pilpres, isu PKI, isu cina, isu Islam abangan,
isu klenik, isu korupsi tidak juga membuat Jokowi jatuh. Dengan “cuek”,
popularitas yang Ahok akan turun. Media yang menyokongnya tak lagi bisa gegap
gempita menurunkan ‘prestasi-prestasi’ yang bersangkutan, walhasil yang
ditunjukkannya adalah poor
performance sebagai pejabat. Dengan sepinya kontroversi itu, maka
otomatis sponsor akan menghentikan pendanaan buat para pegiat itu, dan akhirnya
ide-ide kontroversial itu pun mati.
Proses dan hasil pilkada DKI akan menjadi barometer politik nasional.
Hal itu disebabkan ada petahana yang lebih memilih maju lewat jalur perorangan ketimbang
pinangan partai politik. NasDem dan Hanura telah mendukung Ahok lewat
perorangan. Ini hal yang menarik ketika calon perorangan didukung parpol yang
memiliki fraksi di parlemen.
Come On Guys, Seranglah Ahok Secara Intelektual
#MediaIndonesia
#PutraAnanda
Baca Juga :