Apa
yang akan diputuskan presiden dalam waktu dekat ini? Sulit ditebak. Soalnya,
dua pendapat berbeda itu keluar dari mulut dua menteri yang menjadi jagoan
presiden. Mereka, selama ini, sangat diandalkan untuk menghantam ‘musuh-musuh’
dalam selimut. Tapi kini mereka cek-cok mempertahankan pendapatnya dengan
kepentingan berbeda.
Menko
Rizal Ramli mengusulkan agar Blok Masela dikembangkan secana onshore. Alasannya, biaya yang
dikeluarkan akan lebih ringan. Berdasarkan kajian Kemenko Maritim dan Sumber
Daya, biaya pembangunan kilang darat (onshore)
sekitar US$ 16 miliar. Sedangkan jika dibangun kilang apung di laut (offshore), nilai investasinya lebih
mahal mencapai US$ 22 miliar. Dengan demikian, kilang di darat lebih murah US$
6 miliar dibandingkan dengan kilang di laut.
Angka
ini sangat berbeda dengan perkiraan biaya dari Inpex dan Shell. Keduanya kompak
menyatakan, pembangunan kilang offshore
hanya menelan dana US$ 14,8 miliar. Sedangkan pembangunan kilang di darat,
mencapai US$ 19,3 miliar. Ini yang dipegang Menteri Sudirman Said.
Tapi
Rizal punya kilah lain. Kata dia, Inpex dan Shell (pemegang saham Blok Masela)
telah menggelembungkan anggaran pembangunan kilang di darat. Sebaliknya, mereka
justru mengecilkan biaya pembangunan di laut.
“Kita
tantang mereka, jika ternyata biaya pembangunan di laut membengkak melebihi US$
14,8 miliar, maka Inpex dan Shell harus bertanggungjawab mendanai kelebihannya,
tidak boleh lagi dibebankan kepada cost
recovery. Faktanya Inpex tidak berani. Ini menunjukkan mereka sendiri tidak
yakin dengan perkiraan biaya yang mereka buat,” papar Rizal.
Sudirman
Said tak hendak mengalah begitu saja. Selain oleh SKK Migas, ia juga didukung
oleh ekonom Faisal Basri. Menurut mantan Ketua Tim Tata Kelola Minyak dan Gas
Bumi itu, opsi pembangunan Blok Masela secara onshore tidak efisien dan sarat dengan kepentingan pihak-pihak yang
mendukungnya.
Dalam
opsi onshore, kontraktor harus
membangun pipa sepanjang 600 kilometer. Sehingga, biaya yang dikeluarkan oleh
kontraktor akan semakin besar, terlebih lagi kontraktor juga tidak mau
keuntungannya berkurang. Oleh karena itu, Faisal menilai bagi hasil blok masela
jika menggunakan skema onshore akan
berbanding terbalik dengan offshore.
“Pemerintah malah bisa 20%, nah mereka 80%,” kata Faisal.
Singkat
kata, skema pembangunan onshore sarat
kepentingan. Selain kepentingan pemilik pabrik pipa, juga menyangkut pembebasan
lahan. Skema onshore membutuhkan sedikitnya 600 hektar lahan, sedangkan
offshore hanya 40 hektar saja.
Akibatnya,
pembangunan akan berlangsung lama dan mahal karena tersangkut pembebasan lahan.
Benarkah perhitungan ini? Ini yang harus ditelaah oleh Jokowi. Sebab, sebelum
dibuktikan di lapangan, Blok Masela seperti kucing dalam karung.
#ReviewWeekly