Jatuhnya bom atom di Hiroshima dan Nagasaki membuat
Jepang terpaksa mengakui kekalahan di hadapan pihak Sekutu pada akhir Perang
Dunia II. Momen tersebut lantas dimanfaatkan oleh kaum nasionalis Indonesia
untuk memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Namun nun jauh
di luar sana, Belanda selaku negara penjajah Indonesia sebelum kedatangan
Jepang ternyata masih enggan melepaskan klaim kekuasaannya atas Indonesia.
Surabaya lantas menjadi saksi bisu yang penuh darah ketika impian Belanda untuk
melanjutkan penjajahannya bertabrakan dengan impian rakyat Indonesia untuk
hidup merdeka.
Keinginan Belanda untuk melanjutkan
upayanya menguasai kembali wilayah Indonesia menemui
batu sandungan besar. Negeri Kincir Angin tersebut mengalami penurunan kekuatan
yang signifikan akibat Perang Dunia II di daratan Eropa. Maka, Belanda pun
meminta bantuan dari negara-negara sesame anggota Sekutu dengan mengesankan
bahwa kelompok nasionalis Indonesia aslinya hanyalah segerombolan pengacau yang
tidak mendapatkan dukungan luas dari rakyat setempat. Hasilnya, Amerika Serikat (AS) setuju untuk memberikan bantuan finansial kepada Belanda. Inggris juga setuju untuk
mengirimkan pasukan ke wilayah Indonesia.
Sementara itu di Indonesia sendiri, rakyat setempat masih
dilanda euforia pasca proklamasi kemerdekaan. Pada tanggal 1 September 1945,
pemerintah Indonesia menetapkan bahwa bendera Indonesia yang berwarna merah-putih
harus dikibarkan di seluruh wilayah Indonesia. Perintah tersebut lantas diikuti
dengan kegiatan penurunan bendera Jepang dan pengibaran bendera Indonesia
secara besar-besaran, tak terkecuali di Surabaya. Namun pada tanggal 18 September 1945, sejumlah
orang Belanda yang sedang berada di Hotel Yamato / Oranje, Surabaya, justru memilih
untuk mengibarkan bendera Belanda yang berwarna merah-putih-biru di puncak atap
hotel yang sama.
Tindakan orang-orang Belanda tersebut akhirnya terendus di
hari berikutnya oleh para pemuda setempat yang sedang melakukan patroli. Mereka
kemudian memasuki hotel tersebut untuk menuntut penurunan bendera dan adu mulut pun terjadi dengan orang-orang
Belanda yang sedang berada di dalam hotel. Situasi semakin tegang, perdebatan
akhirnya pecah menjadi aksi baku hantam dan saling tembak. Korban tewas pun
berjatuhan di kedua belah pihak. Di saat ketegangan dan pertumpahan darah terjadi
di dalam hotel, pemuda-pemuda Indonesia yang sedang berada di luar hotel mencoba menaiki atap hotel dengan
memakai tangga. Bagian biru dari bendera Belanda dirobek sehingga kini warna yang
tersisa dari bendera tersebut adalah merah-putih.
Memasuki awal Oktober 1945, Surabaya diwarnai oleh aksi-aksi
penyerangan yang dilakukan oleh pasukan milisi Indonesia terhadap pasukan Jepang
yang menolak menyerahkan persenjataan miliknya. Tanggal 25 Oktober, pasukan Inggris yang dipimpin oleh Brigadir
Jenderal A. W. S. Mallaby akhirnya tiba di Surabaya untuk mengevakuasi para interniran
(tawanan perang), menduduki bangunan-bangunan penting di Surabaya, dan melucuti
persenjataan Jepang serta milisi Indonesia. Untuk
memuluskan upaya pelucutan senjatanya, Inggris lewat
pesawat terbangnya menjatuhkan selebaran-selebaran berisi ancaman
hukuman tembak mati kepada orang-orang
Indonesia yang masih memegang senjata.
Ketika para pejuang Indonesia
menolak untuk menyerahkan senjatanya, pertempuran antara pasukan Inggris melawan pasukan Indonesia pun tak
terhindarkan. Pertempuran berjalan berat sebelah karena 6.000 tentara Inggris harus melawan 20.000 anggota Tentara
Keamanan Rakyat (TKR) Indonesia yang baru dibentuk beserta 100.000 milisi
pendukungnya. Sadar bahwa mereka kalah jumlah dalam pertempuran tersebut, Inggris pun meminta Sukarno dan
Hatta datang ke Surabaya untuk berunding. Perundingan tersebut berjalan relatif
lancar dan gencatan senjata berhasil dicapai pada tanggal 30 Oktober 1945.
Kondisi di Surabaya sendiri
masih belum benar-benar aman karena tidak semua anggota
pasukan yang bertikai sudah mengetahui berita mengenai gencatan senjata yang
baru dicapai. Saat Mallaby sedang berkekeliling untuk menyampaikan berita
mengenai gencatan senjata kepada anak-anak buahnya, mobil yang ia tumpangi
dicegat oleh beberapa milisi Indonesia. Percekcokan pun terjadi. Salah satu
milisi Indonesia menembak Mallaby yang sedang duduk di kursi belakang mobilnya.
Tentara Inggris yang sedang bersama Mallaby lantas membalasnya dengan
melemparkan granat ke arah sang penembak. Namun naas, ledakan dari granat
tersebut malah membakar bagian belakang dari mobil sehingga Mallaby tewas
terpanggang di dalamnya.
Berita kematian Mallaby langsung membuat pemerintah Inggris
murka. Mayor Jenderal Robert Mansergh ditunjuk untuk memimpin penyerbuan ke Surabaya. Bala bantuan
yang mencakup puluhan ribu tentara, pesawat pembom, tank, dan kapal perang dikirim untuk mendukung penyerbuan
yang dimaksud. Tanggal 9 November 1945, Inggris sempat mengeluarkan ultimatum terakhir kepada
para pejuang Surabaya untuk menyerahkan persenjataannya. Namun
alih-alih menuruti keinginan Inggris, para pejuang
Surabaya yang dikomandoi Bung Tomo lewat siaran radio memilih untuk berjuang
hingga titik darah penghabisan.
Tanggal 10 November pagi, ketika batas waktu menyerah yang
ditetapkan oleh pihak Inggris sudah lewat, Inggris pun memulai serangan besar-besarannya
ke kota Surabaya. Bom demi bom dijatuhkan oleh pesawat-pesawat Inggris di atas
kota tersebut. Sementara dari laut, kapal-kapal perang Inggris melepaskan tembakannya secara bertubi-tubi. Gedung-gedung
di Surabaya mulai rontok satu demi satu dan reruntuhannya merenggut nyawa dari
orang-orang yang sedang ada di bawahnya. Tak lama kemudian, pasukan Inggris yang
bersenjata lengkap dan didukung oleh kendaraan tempur termutakhirnya mulai memasuki jalanan kota Surabaya.
Waktu terus berlalu dan pertempuran terus berjalan. Di
atas kertas, pasukan Inggris nampaknya akan menang mudah karena mereka memang
lebih unggul dalam hal kualitas persenjataan dan pengalaman tempur. Namun, hal
tersebut nyatanya tetap tidak mengecutkan nyali dari para pejuang Indonesia
yang memilih untuk tetap melakukan perlawanan mati-matian dengan persenjataan seadanya. Suara ledakan
bom dan letupan senjata api pecah di mana-mana. Mayat-mayat mulai bergelimpangan.
Surabaya luluh lantak dan dipenuhi puing-puing bangunan. Sesudah melalui
pertempuran sengit selama tiga minggu, Surabaya akhirnya jatuh ke tangan pihak
Inggris.
Pertempuran Surabaya mengakibatkan Indonesia harus
kehilangan 16.000 pejuangnya. Sementara di pihak Inggris, mereka hanya perlu
menanggung korban tewas sebanyak 2.000 jiwa. Pertempuran tersebut juga
mengakibatkan 200.000 penduduk Surabaya terpaksa mengungsi keluar kota.
Walaupun Indonesia harus menanggung kerugian yang sama sekali tidak ringan,
pertempuran di Surabaya juga sukses membuka mata dunia dan menghapus pandangan
yang menganggap bahwa kelompok nasionalis Indonesia tidak memiliki dukungan
luas dari rakyat setempat. Buntutnya, pasca pertempuran ini Inggris enggan melibatkan diri lebih jauh dalam konlik pasca
proklamasi kemerdekaan Indonesia. Kini, tanggal 10 November diperingati setiap
tahunnya di Indonesia sebagai Hari Pahlawan.
#Jasmerah002