Pertemuan Dewan Gubernur Bank Sentral Eropa (ECB) di Frankfurt,
Kamis (10/3), memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan atau suku bunga
operasi pembiayaan kembali sebesar lima basis poin ke tingkat terendah nol
persen. Tak pelak, Dewan Gubernur ECB dinilai telah mengejutkan pasar keuangan global
dengan mengeluarkan sejumlah kebijakan secara dramatis karena memutuskan untuk
memangkas sejumlah suku bunga dan memperluas program pembelian aset.
Suku bunga untuk fasilitas pinjaman marjinal akan mengalami penurunan
sebesar lima basis poin menjadi 0,25% dan suku bunga fasilitas deposito akan
menurun 10 basis poin menjadi minus 0,4%, mulai dari 16 Maret 2016. Terlepas dari
perubahan kebijakan terkait suku bunga, ECB juga memutuskan untuk memperluas pembelian
aset bulanan sebesar 20 miliar euro menjadi 80 miliar euro mulai April.
Aset-aset yang memenuhi syarat untuk dibeli di bawah program pembelian
aset juga telah diperluas hingga mencakup obligasi berdenominasi euro layak
investasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan nonbank yang didirikan di
kawasan Eropa. Stimulus itu bertujuan untuk memompa likuiditas ke pasar
keuangan sekaligus menggerakkan perekonomian Eropa yang selama ini dinilai
stagnan.
Empat target operasi pembiayaan kembali dalam jangka panjang (LTRO
II), masing masing dengan jatuh tempo 4 tahun, akan diluncurkan mulai Juni
2016. Presiden ECB, Mario Draghi, dalam konferensi pers, mengatakan pertumbuhan
ekonomi Eropa akan membaik meskipun dikepung oleh berbagai persoalan, seperti
anjloknya harga minyak dan pelambatan ekonomi Tiongkok.
Emas berjangka sebagai salah satu instrumen investasi berkategori safe haven langsung
mendapat dorongan positif. Di divisi COMEX New York Mercantile Exchange, komoditas
emas berakhir lebih tinggi pada Kamis pasca keputusan ECB. Dorongan lahir dari kekhawatiran
investor tentang prospek pelemahan di pasar Eropa setelah ECB memperluas program
stimulus atau program pembelian aset.
Kontrak emas yang paling aktif untuk pengiriman April naik US$15,4
atau 1,22% dan menetap di level US$1.272,80 per ons setelah rilis data
keputusan rapat Dewan Gubernur ECB. Emas naik ke penutupan tertinggi sejak 2
Februari 2015 ketika emas berjangka berakhir di level US$1.276,90 per ons. Emas
tentunya mendapat dukungan dari investor yang memburu aset-aset safe haven setelah
prospek pasar ekuitas dianggap akan memburuk dan akan memperlambat pemulihan di
pasar keuangan global.
Pun pernyataan Presiden ECB Mario Draghi juga langsung memicu
penurunan di pasar ekuitas AS dan euro. Dow Jones Industrial Average AS turun
127 poin atau 0,75% beberapa menit setelah rilis keputusan ECB. Indikator utama
pasar saham Inggris, indeks FTSE 100 di London, juga ditutup turun 1,78% atau
109,62 poin ke level 6.036,70 poin pada sesi perdagangan hari Kamis (10/3).
Di pasar mata uang, dalam satu hari perdagangan yang sama, euro
langsung membukukan keuntungan harian terkuatnya terhadap dolar sejak awal
Desember tahun lalu. EUR-USD memuncak di level $1,1218 per dolar Amerika. Ini
merupakan level tertinggi euro terhadap dolar sejak 15 Februari lalu. Dianggap sebagai
reaksi mata uang yang membalikkan pelandaian tajam pada sesi-sesi perdagangan sebelumnya
sehingga indeks dolar, ICE Dollar index DXY, parameter kekuatan dolar terhadap
beberapa mata uang saingan utama dolar AS, turun 1% menjadi 96,2300.
Pelemahan dolar ini diperkirakan akan menjadi sentiment positif
bagi rupiah dan diperkirakan akan memberikan pengawalan mantap pada arus dana
asing yang masuk ke Indonesia, terutama ke pasar saham dan pasar keuangan dalam
negeri. Pada penutupan perdagangan Jumat (11/3), rupiah bergerak fluktuatif dan
ditutup terdepresiasi 23 poin atau 0,18% ke level Rp13.075 per dolar AS lalu
bergerak di kisaran 13.034-13.118 per dolar AS. Angka pentupan di pasar spot
ini berbeda tipis dengan kurs JISDOR Bank Indonesia, yakni rupiah hanya mampu parkir
di level 13.087 per dolar pada sesi akhir perdagangan.
Kucuran dana program APP ECB yang baru saja diperluas, Quantitative
Easing dari The Fed sejak krisis finansial 2008-2009 lalu, dan capital outflow dari
Tiongkok dan Jepang, ditambah pula dengan susutnya nilai perdagangan barang dan
jasa secara global, terbukti menimbulkan limpahan dana (Glut of Fund) ke dalam
pasar finansial domestik. Dana itu menghampiri pasar financial Indonesia untuk
berbiak dan mendapatkan imbalan, baik dalam bentuk investasi portofolio (foreign portfolio investment) atau tawaran pinjaman yang umumnya berjangka waktu pendek dengan
godaan suku bunga rendah sehingga secara temporer efek positifnya akan menyebabkan
apresiasi nilai tukar rupiah (IDR) terhadap mata uang asing (terutama US$),
serta menaikkan indeks harga saham gabungan di lantai Bursa Saham Indonesia.
Lalu bagaimana dengan keberlanjutan rupiah yang belakangan terpantau
cukup kinclong? Harus diakui, penguatan rupiah sampai ke level 13.075 per dolar
AS belakangan ini didorong oleh faktor eksternal, terutama pengaruh
perekonomian Tiongkok, Amerika Serikat (pelemahan dolar, isu suku bunga the
Fed, dll), penguatan temporer harga minyak dunia, dan saat ini ditambah lagi
dengan isu pemangkasan suku bunga oleh ECB.
Sebagian besar dari faktor ini telah mendorong kenaikan investasi
asing ke Indonesia, terutama ke pasar saham dan pasar sekunder. Namun demikian,
fenomena ini juga menunjukkan bahwa rupiah masih rentan terhadap goncangan eksternal.
Apresiasi rupiah boleh dikatakan hanya bersifat sementara sehingga untuk beberapa
waktu ke depan masih sangat bergantung kepada perkembangan perekonomian Tiongkok,
Amerika, minyak dunia, dan progres perekonomian global secara keseluruhan.
Ini akan menjadi pekerjaan rumah pemerintah bersama otoritas moneter
agar sentiment positif dari sisi eksternal yang kemudian membawa banyak investasi
asing ke dalam negeri bisa dimanfaatkan secara maksimal. Bukan hanya untuk kebutuhan
politik agar terlihat mampu mengendalikan nilai tukar, tapi lebih kepada tujuan
jangka panjang yang berkelanjutan, terutama dalam rangka menjaga stabilitas
mata uang agar dunia usaha memiliki kepastian dalam menetapkan asumsi-asumsi
bisnis ke depan.
Semoga!
#MediaIndonesia
#RonnyPSasmita