Dalam bahasa Turki Utsmaniyah, kesultanan ini disebut Devlet-i 'Aliyye-yi 'Osmaniyye atau Osmanli Devleti. Dalam bahasa Turki Modern, kesultanan ini dikenal dengan sebutan Osmanli Devleti atau Osmanli Imparatorlugu. Di sejumlah literatur barat, nama "Ottoman" dan "Turkey" sering dipakai. Ketika kesultanan runtuh pada tahun 1924, nama Turki dipakai sebagai nama resmi.
Sama seperti kebanyakan kekaisaran-kekaisaran besar dunia, Kesultanan Ottoman memulai perjalanan sejarahnya dari latar belakang sederhana. Bangsa Turki bermigrasi ke daerah Anatolia dari timur dan membentuk beberapa negara kecil bawahan Kesultanan Seljuk Rum yang disebut beylik. Beylik-beylik ini memiliki peran sebagai lini depan dalam perang panjang antara Seljuk dan Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium). Kesultanan Seljuk mengalami kemunduran pasca kekalahannya di Pertempuran Köse Dağ melawan Mongol pada tahun 1243. Kekalahan ini menyebabkan Kesultanan Seljuk Rum menjadi vassal dari Mongol. Perlahan, para sultan-sultan Seljuk pun mulai kehilangan kekuatan, sementara beylik-beylik di bawah pengawasan Mongol mulai mengumpulkan kekuatan. Yang terkuat di antara beylik-beylik ini adalah Karamanid dan Germiyanid yang terletak di daerah tengah Anatolia.
Osman,
kepala suku Kayi dan pemimpin beylik di Söğüt, Anatolia bagian
barat memerdekakan diri dari Kesultanan Seljuk Rum pada tahun 1299. Tirai sejarah
Ottoman pun kini dibuka. Perlahan, kekuatan kecil ini akan berevolusi secara bertahap
menjadi salah satu negara adidaya yang banyak berpengaruh dalam sejarah dunia.
Di
bawah pemerintahan Osman I, Orhan, Murad I, Bayezid I, Kesultanan Ottoman
memulai perjalanannya dengan menyerap beylik-beylik tetangga.
Pertempuran dengan Bizantium pun tak terelakkan. Ottoman pun menyerang kota-kota
milik Bizantium di Anatolia. Dengan jatuhnya Galipoli pada tahun 1354, jalan
menuju Eropa kini terbuka lebar. Ekspansi menuju daerah Balkan akhirnya
dimulai. Serbia, Bulgaria dan negara-negara Balkan lain pun menambah daftar
panjang musuh-musuh Ottoman.
Osman I |
Negara-negara
Balkan dan Bizantium bisa bernafas lega untuk sementara pada saat Timurlenk
sang penakluk terlibat konflik dengan Ottoman. Kedua kekuatan bertemu dalam
Pertempuran Ankara pada tanggal 20 Juli 1402. Ottoman kalah telak. Bahkan Sultan
Bayezid I menjadi tahanan perang. Anak-anak Bayezid I, Suleiman Çelebi, İsa Çelebi,
Mehmed Çelebi, dan Musa Çelebi pun memperebutkan tahta yang kosong semenjak absennya
sang ayah. Ottoman pun terpecah-pecah.
Setelah
konflik berkepanjangan, Mehmed Çelebi menyatukan kesultanan kembali pada tahun
1413. Ia naik tahta sebagai Sultan Mehmed I. Daerah-daerah yang dikuasai Ottoman
di Balkan berhasil direbut saat perang saudara terjadi, namun di bawah komando penerus
Mehmed I, yakni Murad II, daerah-daerah tersebut berhasil dikembalikan.
Penerus
Murad II, Mehmed II akhirnya menancapkan paku terakhir untuk menutup peti mati
Bizantium. Jatuhnya caput mundi Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453 oleh
pasukan besar Ottoman pun menandai perubahan besar dunia. Benteng terbesar Kekristenan
kini telah jatuh ke tangan Ottoman. Dalam waktu seabad, bangsa nomadic telah
menjadi negara ekspansionis yang mengerikan dan tak terbendung. Banyak filosofis
dan cendikiawan dari Konstantinopel pun melarikan diri ke barat, dan membakar semangat
Renaisans di Eropa. Sejak penaklukan Konstantinopel, Mehmed II pun dikenal
dengan nama julukan Fatih, yang berarti Sang Penakluk.
Mehmed II |
Sultan
Mehmed II pun melanjutkan ekspansinya. Ia berhasil menaklukkan Serbia, Yunani, Bosnia
dan Moldavia, serta menyatukan seluruh Asia Minor di bawah kekuasaan Ottoman sebelum
wafat di tahun 1481. Ia meninggalkan sebuah kekaisaran yang berdiri dengan gagah
di dua benua. Ibukota Ottoman pun dipindahkan ke Konstantinopel. Di bawah pemerintahannya
pula, Istana Topkapi dibangun, dan budaya dan peradaban Turki berkembang pesat.
Di bawah penerus Mehmed II, Bayezid II, konflik terbuka dengan Kesultanan Mameluk,
penguasa Mesir dan Persia Safawiyah pun dimulai. Hubungan Ottoman dengan Republik
Venesia pun semakin memanas. Akhir pemerintahan Bayezid II ditandai dengan gejolak
internal. Ahmet dan Selim, anak-anak Bayezid II bertarung untuk memperebutkan gelar
Sultan. Selim yang dibeking oleh para Janissary pun keluar sebagai pemenang dan
memaksa ayahnya untuk turun tahta.
Sultan
Selim I berhasil memperluas kekuasaan Ottoman secara ekstensif ke timur dan selatan.
Ia berhasil mengalahkan Mameluk, dan menguasai Suriah, Lebanon dan Mesir serta
mengamankan posisi Ottoman di timur dengan mengalahkan Dinasti Safawiyah. Ia
juga sultan pertama Ottoman yang dianugrahi gelar kalifah.
Penerus
Selim I, Suleiman I, atau biasa dikenal dengan julukan Suleiman yang Luar Biasa
menandai titik kejayaan tertinggi dalam sejarah Ottoman. Di bawah
kepemimpinannya, ekspansi Ottoman semakin menusuk masuk ke Eropa sebelum akhirnya
dipukul mundur di Wina, Austria. Sebagian besar Afrika Utara, dari Tunisia hingga
Algeria pun dikuasai dan angkatan laut Ottoman mendominasi daerah Mediterania
dan Laut Merah. Memiliki musuh yang sama, yakni Wangsa Habsburg, Ottoman pun
terlibat aliansi dengan Prancis, yang akan menjadi sekutu tradisionalnya dalam
dunia politik Eropa. Suleiman I juga seorang administrator yang handal. Ia meratifikasi
hukum yang akan dipakai oleh Kesultanan Ottoman sampai akhir sejarahnya, sehingga
membuatnya juga dikenal dengan julukan “Sang Pemberi Hukum”.
Suleiman I |
Wafatnya
Sultan Suleiman I di tahun 1566 menandai awal dari stagnansi panjang Kesultanan
Ottoman. Kesultanan tidak akan mencapai kejayaan yang sama lagi seperti pada
pemerintahan Suleiman I. Kendati berstatus sebagai negara adidaya,
sultan-sultan yang memerintah lemah dan tidak kompeten, sementara para valide
sultan (ibu sultan) secara de
facto memegang kekuasaan tertinggi atas kesultanan selama
hampir 130 tahun. Kekalahan di Lepanto pada tahun 1571 menjadi pukulan serius
untuk reputasi angkatan laut Ottoman yang selama ini dianggap invincible.
Satu per satu kekalahan pun mulai menyusul setelahnya, menunjukkan dengan jelas
semakin berkurangnya kapabilitas angkatan perang Ottoman. Sementara itu,
pasukan elit kesultanan, janissary mulai menyadari arti penting keberadaan mereka
dan kekuasaan yang mereka miliki. Mereka pun mulai menuntut hak-hak berlebih
dari sultan yang memerintah, dan kerap ikut campur dalam urusan politik.
Di
bawah pemerintahan Sultan Murad IV yang berkuasa dari tahun 1623-1640 berhasil merestorasi
kewibawaan kesultanan dengan menguasai Azerbaijan, dan Irak serta menginvasi
Mesopotamia. Sayangnya, ia meninggal di usia yang relatif muda, yakni 27 tahun,
dan digantikan oleh Sultan Ibrahim, saudaranya yang tidak waras. Ibrahim nantinya
akan dikudeta oleh para janissary dan ulama. Ia dibunuh dan digantikan oleh anaknya,
Mehmed IV yang baru berusia 7 tahun.
#Jasmerah 003
#Jasmerah 003