Di luar kisah dan
intrik yang terjadi pada Sukarno dalam perjalanan politiknya, sang presiden
juga punya petulangan cinta yang seru untuk diikuti. Tidak tanggung-tanggung, Sukarno
punya sembilan orang wanita yang ia persunting sebagai istri. Kharisma dan serta
rayuan-rayuan mautnya sukses membuat wanita-wanita ini jatuh hati kepada sosok Sukarno.
Mereka pun ikut mewarnai kehidupan Sukarno, baik secara personal, maupun secara
politis.
Setelah kemerdekaan Indonesia, ternyata kehidupan Fatmawati sebagai Ibu Negara masih jauh dari kata tenang. Agresi Militer Belanda datang lagi, Fatmawati yang di Yogyakarta harus berpisah dengan Sukarno yang diasingkan di Pulau Bangka. Disaat itulah Fatmawati melahirkan putri pertamanya, Megawati Sukarno Putri yang di kemudian hari akan kita kenal sebagai Presiden Indonesia yang keempat. Setelah kelahiran Megawati, beliau dikarunia berturut-turut dua putri lagi yaitu, Rachmawati dan Sukmawati. Baru setelah itu pada tahun 1952, anak bungsu Sukarno dan Fatmawati lahir yang diberi nama Guruh Sukarno Putra. Setelah kelahiran Guruh ini hubungan Fatmawati dan Sukarno bagai terjun ke jurang. Sukarno yang saat itu jatuh hati terhadap Hartini ditolak permintaannya untuk menikah lagi oleh Fatmawati. Meskipun akhirnya Fatmawati bersedia untuk mengijinkan Sukarno menikah lagi dengan Hartini, Fatmawati memilih untuk keluar dari Istana Negara meskipun anak-anaknya tetap hidup di Istana.
(Jasmerah #001)
Periode antara 1935-1940 banyak hal penting terjadi
dalam rangka perjuangan kemerdekaan Indonesia. Founding
fathers Indonesia, Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir “dipindahkan” ke Belanda, Petisi
Soetarjo dicanangkan, dan Sukarno yang sedang dalam masa penahanan Belanda
diasingkan ke Bengkulu. Di masa inilah Sukarno berkenalan dengan Fatmawati,
yang kelak kita kenal sebagai Ibu Negara Indonesia yang pertama. Pertemuan
pertama kali Sukarno dengan Fatmawati terjadi saat Sukarno mengajar di organisasi
Muhammadiyah setempat. Fatmawati sendiri adalah salah satu muridnya.
Fatmawati merupakan putri dari tokoh
Muhammadiyah setempat, Hasan Din. Pada awal pertemuannya Sukarno masih
berstatus sebagai suami dari Inggit Garnasih yang mengikuti Sukarno ke
pembuangannya di Bengkulu. Kedekatan antara Inggit dan Fatmawati membuat
Fatmawati ditawari untuk tinggal bersama dengan keluarganya. Dari situlah
kedekatan antara Sukarno dan Fatmawati semakin berkembang dan menimbulkan percikan
cinta diantara mereka. Inggit yang tak bersedia untuk dipoligami dengan terpaksa
diceraikan oleh Sukarno dan kembali ke Bandung.Tahun 1943, Sukarno yang sudah berkepala empat
menikahi Fatmawati yang baru berusia 20 tahun. Dari pernikahan ini jugalah akhirnya
Sukarno mendapatkan buah hati pertamanya, karena dari dua perkawinan sebelumnya,
Sukarno tidak memiliki anak kandung (Sukarno dan Inggit mengangkat anak, Ratna
Djuami dan Kartika). Guntur Sukarno lahir tahun 1944, satu tahun sebelum kemerdekaan
Indonesia tercapai. Tahun 1945 Perang Dunia sudah hampir mencapai akhirnya, kekalahan
Jepang di berbagai medan pertempuran semakin mengobarkan semangat Indonesia
untuk mencapai kemerdekaannya.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 kegaduhan terjadi
diluar rumah Sukarno, para pemuda yang sudah “membawa” Moh. Hatta dan Soetan
Sjahrir berteriak-teriak memanggil nama Sukarno. Peristiwa ini dikemudian hari
kita kenal dengan nama peristiwa Rengasdengklok. Peristiwa ini adalah salah
satu momentum kemerdekaan Indonesia. Bendera yang sudah dijahit tangan oleh
Fatmawati diserahkan untuk kemudian dikibarkan oleh para pemuda di
Rengasdengklok sebagai persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia keesokan harinya.
Setelah kemerdekaan Indonesia, ternyata kehidupan Fatmawati sebagai Ibu Negara masih jauh dari kata tenang. Agresi Militer Belanda datang lagi, Fatmawati yang di Yogyakarta harus berpisah dengan Sukarno yang diasingkan di Pulau Bangka. Disaat itulah Fatmawati melahirkan putri pertamanya, Megawati Sukarno Putri yang di kemudian hari akan kita kenal sebagai Presiden Indonesia yang keempat. Setelah kelahiran Megawati, beliau dikarunia berturut-turut dua putri lagi yaitu, Rachmawati dan Sukmawati. Baru setelah itu pada tahun 1952, anak bungsu Sukarno dan Fatmawati lahir yang diberi nama Guruh Sukarno Putra. Setelah kelahiran Guruh ini hubungan Fatmawati dan Sukarno bagai terjun ke jurang. Sukarno yang saat itu jatuh hati terhadap Hartini ditolak permintaannya untuk menikah lagi oleh Fatmawati. Meskipun akhirnya Fatmawati bersedia untuk mengijinkan Sukarno menikah lagi dengan Hartini, Fatmawati memilih untuk keluar dari Istana Negara meskipun anak-anaknya tetap hidup di Istana.
(Jasmerah #001)