Di luar kisah dan
intrik yang terjadi pada Sukarno dalam perjalanan politiknya, sang presiden
juga punya petulangan cinta yang seru untuk diikuti. Tidak tanggung-tanggung, Sukarno
punya sembilan orang wanita yang ia persunting sebagai istri. Kharisma dan serta
rayuan-rayuan mautnya sukses membuat wanita-wanita ini jatuh hati kepada sosok Sukarno.
Mereka pun ikut mewarnai kehidupan Sukarno, baik secara personal, maupun secara
politis.
Perkawinan pertama Sukarno terjadi ketika Sukarno masih remaja. Ketika itu Sukarno yang baru berusia 20 tahun dan masih menimba ilmu di Surabaya tinggal di rumah kawan ayahnya, H.O.S Tjokroaminoto, pimpinan dari SI (Sarekat Islam). Di sana Sukarno bertemu dengan Oetari Tjokroaminoto yang merupakan putri H.O.S Tjokroaminoto.
Ketika itu Sukarno yang baru berusia 20 tahun dinikahkan dengan Oetari yang ketika itu baru berusia 16 tahun. Perbedaaan antara keduanya pun sangat besar, Sukarno yang ketika itu sudah sibuk terjun kedalam pergerakan politik disandingkan dengan Oetari yang masih bersifat kekanak-kanakan. Pernikahan keduanya hanya bertahan seumur jagung, Oetari yang pada awalnya ikut pindah ke Bandung bersama Sukarno untuk melanjutkan pendidikannya di THB (Technische Hoogeschool te Bandoeng - sekarang ITB –red) pun dipulangkan kerumah kedua orang tuanya di Surabaya.
Perkawinan pertama Sukarno terjadi ketika Sukarno masih remaja. Ketika itu Sukarno yang baru berusia 20 tahun dan masih menimba ilmu di Surabaya tinggal di rumah kawan ayahnya, H.O.S Tjokroaminoto, pimpinan dari SI (Sarekat Islam). Di sana Sukarno bertemu dengan Oetari Tjokroaminoto yang merupakan putri H.O.S Tjokroaminoto.
Ketika itu Sukarno yang baru berusia 20 tahun dinikahkan dengan Oetari yang ketika itu baru berusia 16 tahun. Perbedaaan antara keduanya pun sangat besar, Sukarno yang ketika itu sudah sibuk terjun kedalam pergerakan politik disandingkan dengan Oetari yang masih bersifat kekanak-kanakan. Pernikahan keduanya hanya bertahan seumur jagung, Oetari yang pada awalnya ikut pindah ke Bandung bersama Sukarno untuk melanjutkan pendidikannya di THB (Technische Hoogeschool te Bandoeng - sekarang ITB –red) pun dipulangkan kerumah kedua orang tuanya di Surabaya.
Oetari Tjokroaminoto |
Sukarno yang waktu itu masih berstatus sebagai suami dari Oetari sedang mencari tempat tinggal di Bandung. Tempat pertama yang dituju adalah rumah dari Haji Sanoesi di Jalan Kebon Jati, kawan dari mertua Sukarno, H.O.S Tjokroaminoto yang merupakan seorang pengusaha dan aktifis dari Sarekat Islam. Disana Sukarno bertemu Inggit yang merupakan istri dari Haji Sanusi. Singkat cerita setelah Sukarno menceraikan dan mengantarkan pulang Oetari ke rumah orangtuanya di Surabaya dan Haji Sanusi menceraikan Inggit, Sukarno langsung mempersunting Inggit pada tahun 1923. Pada waktu itu Sukarno berusia 22 tahun sedangkan Inggit sudah berusia 36 tahun. Inggit adalah seorang wanita yang tangguh, meskipun ia tidak pernah terjun secara langsung membantu politik suaminya, tetapi Inggit menjadi penopang keluarganya dengan berjualan bedak dan jamu. Dengan berjualan itu, Inggit bisa membiayai sekolah Sukarno di THB dan menyediakan makanan serta keperluan hidup mereka. Pada saat Sukarno masuk penjara, Inggit berjalan kaki dari rumahnya ke penjara Sukamiskin setiap hari untuk mengantarkan makanan. Bahkan ketika Sukarno hampir bertekuk lutut dan menyerah, Inggitlah yang menopang Sukarno untuk kembali berdiri diatas kakinya.
Inggit Ganarsih |
(Jasmerah #001)