Pada
2005, sebuah kapal wisata bernama Ethan Allen tenggelam di Danau George, New
York, AS, menewaskan 20 turis lanjut usia di atas kapal itu. Setelah korban
kapal itu mengajukan tuntutan, terungkap bahwa perusahaan wisata pemilik kapal
itu tak punya asuransi sama sekali karena mereka ditipu oleh gerombolan pemalsu
polis asuransi.
Malchus
Irvin Boncamper, seorang akuntan di St Kitts, di kepulauan Karibia, mengaku
bersalah di pengadilan Amerika Serikat, atas perbuatannya membantu para penipu
memuluskan upaya pemalsuan asuransi itu.
Belakangan
kasus ini menjadi masalah untuk Mossack Fonseca karena Boncamper rupanya sudah
lama punya pekerjaan sambilan menjadi "frontman"
atau "nominee" atau nama
bayangan untuk lebih dari 30 perusahaan yang dibuat Mossack.
Setelah
vonis untuk Boncamper diketahui, Mossack bertindak cepat. Perusahaan ini
mengganti nama Boncamper di semua perusahaan yang pernah melibatkan namanya,
dan memundurkan tanggal dokumen agar tampak bahwa penggantian ini sudah
dilakukan setidaknya satu decade sebelumnya.
Kasus
Boncamper ini menunjukkan bagaimana firma hukum kerap menggunakan taktik yang
tak terpuji untuk menyembunyikan metode mereka atau perilaku klien mereka dari
endusan penegak hukum.
Pada
Operasi Car Wash di Brasil, jaksa menuding karyawan Mossack Fonseca
menghancurkan dan menyembunyikan dokumen untuk menutupi keterlibatan mereka
dalam kasus pencucian uang di sana. Dokumen polisi menunjukkan bahwa satu
ketika seorang karyawan Mossack di kantor cabang mereka di Brasil mengirim
email pada rekan sekerjanya, meminta rekannya itu untuk menyembunyikan dokumen
seorang klien yang sedang diincar dalam penyidikan polisi: "Jangan
tinggalkan apapun. Aku akan simpan semuanya di mobil atau rumahku."
Di
Nevada, AS, dokumen menunjukkan bagaimana karyawan Mossack Fonseca bekerja
keras pada 2014 untuk mengaburkan kaitan antara kantor firma itu di Las Vegas
dan kantor pusat mereka di Panama, untuk mengantisipasi perintah pengadilan AS
yang akan memaksa mereka membuka informasi soal 123 perusahaan yang mereka dirikan
di sana.
Informasi
mengenai kaitan perusahaan di Nevada dan Panama penting karena para jaksa di
Argentina sedang mencari kaitan sebuah perusahaan yang dibuat Mossack dan
berbasis di Nevada itu dengan penyidikan skandal megakorupsi yang melibatkan bekas
Presiden Néstor Kirchner dan Cristina Fernández de Kirchner.
Untuk
lepas dari jerat hukum Amerika, Mossack menyatakan bahwa kantor cabangnya di
Las Vegas yang bernama MF Nevada, bukanlah kantor cabang sama sekali. Markas
utama Mossack di Panama tidak punya kewenangan apapun di kantor itu. Nah,
dokumen internal yang bocor menunjukkan sebaliknya: Mossack di Panama memang
mengendalikan rekening bank MF Nevada. Seorang pendiri dan seorang karyawan
Mossack merupakan pemegang 100 persen saham MF Nevada.
Untuk
menutupi kaitan ini, Mossack memindahkan semua dokumen dari kantor mereka di
Nevada dan menghapus semua file di komputer mereka yang bisa mengaitkan Panama
dan Nevada. Demikian terungkap dari percakapan email karyawan Mossack.
Kekhawatiran utama mereka, satu email menjelaskan, adalah manajer kantor Nevada
mungkin terlalu takut untuk berbuat apapun, sehingga "penyidik justru bisa
menemukan kalau kita berusaha menyembunyikan sesuatu."
Mossack
Fonseca menolak menjawab pertanyaan soal insiden Brasil dan Nevada, namun
membantah semua tuduhan bahwa mereka terlibat dalam upaya menghambat penegakan
hukum dan menyembunyikan kegiatan ilegal. "Menyembunyikan dan
menghancurkan dokumen yang mungkin dibutuhkan dalam proses penegakan hukum,
bukanlah kebijakan kami," demikian jawaban dari firma ini.
Pada
2013, Perdana Menteri Inggris David Cameron mendesak kawasan bebas pajak di
negaranya --termasuk British Virgin Islands-- untuk bekerjasama
"membersihkan rumah kita sendiri" dan bergabung dalam gerakan bersama
melawan pelarian pajak dan kerahasiaan dunia offshore. Cameron sebenarnya tak perlu memulai jauh-jauh. Dia
tinggal melihat apa yang dilakukan ayahnya untuk tahu seberapa besar potensi tantangan
dari upaya semacam itu.
Ayah
David Cameron, Ian Cameron, adalah seorang pialang saham dan miliarder dari
Inggris, yang menggunakan Mossack Fonseca agar perusahaan dana investasinya,
Blairmore Holdings, Inc., tidak harus membayar pajak di Inggris. Nama
perusahaan itu diambil dari nama rumah keluarga Cameron di wilayah pedesaan
Inggris.
Mossack
kemudian mendaftarkan perusahaan investasi itu di Panama, meski banyak pemegang
sahamnya berkewarganegaraan Inggris. Ian Cameron mengendalikan seluruh kegiatan
perusahaan ini sejak pendiriannya pada 1982 sampai dia meninggal pada 2010.
Sebuah
dokumen prospektus untuk investor Blairmore mencantumkan pengakuan bahwa
perusahaan itu "sebaiknya dikelola dan diatur agar tidak menjadi bagian
dari sistem di Inggris dan menjadi wajib pajak di Inggris."
Perusahaan
ini mencapai tujuan itu dengan menggunakan sertikat kepemilikan yang mustahil
dilacak, yang biasa disebut 'saham atas nama' (bearer shares) dan mempekerjakan direksi 'nominee' di Bahama. Sejarah Ian Cameron menghindari pajak merupakan
contoh bagaimana dunia offshore
berjalin erat menjadi satu dengan nama-nama elite politik dan bisnis di seluruh
dunia. Tak hanya itu, keberadaan sistem rahasia ini kerap menjadi sumber
pemasukan untuk banyak negara. Konflik kepentingan yang begitu dalam ini membuat
semua upaya untuk mereformasi system finansial ini menjadi amat sulit.
Di
Amerika Serikat saja, negara bagian seperti Delaware dan Nevada -- yang memang
memperbolehkan perusahaan didaftarkan secara anonim-- terus melawan semua upaya
reformasi untuk memaksa mereka jadi lebih terbuka. Negara asal Mossack Fonseca,
Panama, juga menolak untuk terlibat dalam rencana global untuk saling bertukar
informasi mengenai rekening bank nasabah, karena mereka takut industri offshore di Negara mereka jadi tidak kompetitif
lagi. Pejabat Panama mengaku siap bertukar informasi, namun dalam skala yang
lebih kecil.
Kondisi
ini mempersulit para penegak hukum yang harus membongkar dan menghentikan
kejahatan yang semua transaksinya disembunyikan di balik lapisan kerahasiaan.
Satu alat yang efektif untuk membongkar jejaring gelap ini adalah pembocoran
berbagai dokumen offshore yang bias menyeret
semua transaksi gelap ini ke tempat yang lebih terbuka.
Kepada
Tempo, Menteri Keuangan Indonesia Bambang Brodjonegoro menjelaskan bahwa
pemerintah sudah mengantongi data mengenai ribuan perusahaan offshore dan perusahaan cangkang milik
orang Indonesia di luar negeri. "Nilainya ribuan triliun rupiah,"
kata Bambang. UU Pengampunan Pajak yang sedang dibahas di Senayan, kata dia,
adalah upaya pemerintah menarik pulang semua dana itu.
Pengalaman
selama ini menunjukkan bahwa berbagai kebocoran dokumen yang diungkap oleh ICIJ
dan media mitranya, cukup efektif untuk mendorong adanya legislasi baru dan
dimulainya penyidikan di belasan negara. Laporan semacam ini juga membuat para
klien offshore ketakutan suatu saat
rahasia mereka bakal terbongkar.
Pada
April 2013, setelah ICIJ pertama kali mempublikasikan laporan berjudul "Offshore Leaks" mengenai kebocoran
dokumen rahasia di British Virgin Islands dan Singapura, sejumlah klien Mossack
Fonseca menulis email, meminta jaminan dari perusahaan itu bahwa rahasia mereka
bakal aman dari kebocoran.
Sebagai
jawaban, Mossack Fonseca meminta klien mereka agar tak usah khawatir. Mereka
menegaskan bahwa komitmen mereka untuk menjaga privasi klien "adalah
prioritas utama kami. Semua informasi rahasia Anda tersimpan dalam pusat data
kami yang amat canggih dan semua komunikasi Anda dengan jejaring global kami
dilakukan lewat saluran yang terenkripsi dengan algoritma berstandar
dunia."
TAMAT
Di Indonesia, tim Tempo yang terlibat adalah Wahyu Dhyatmika, Philipus Parera, Agoeng Widjaya dan Mustafa Silalahi.
0 komentar:
Posting Komentar