Di luar kisah dan intrik yang terjadi pada Sukarno dalam
perjalanan politiknya, sang presiden juga punya petulangan cinta yang seru
untuk diikuti. Tidak tanggung-tanggung, Sukarno punya sembilan orang wanita
yang ia persunting sebagai istri. Kharisma dan serta rayuan-rayuan mautnya
sukses membuat wanita-wanita ini jatuh hati kepada sosok Sukarno. Mereka pun
ikut mewarnai kehidupan Sukarno, baik secara personal, maupun secara politis.
Heldy Djafar, gadis asal Kutai Kartanegara ini adalah wanita terakhir
yang dinikahi oleh Sukarno. Heldy menghabiskan masa kecilnya di Tenggarong,
sebelum waktu SMP dia dan sekeluarga pindah ke Samarinda karena perusahaan
tempat ayahnya bekerja dinasionalisasikan oleh pemerintah. Setelah Heldy tamat
SMP, Heldy memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan tinggal bersama kakaknya,
Erham. Pertemuan Heldy dengan Sukarno ternyata tidak jauh berbeda dengan
pertemuan Yurike dengan Sukarno. Heldy juga didaulat untuk menjadi Barisan
Bhinneka Tunggal Ika. Ketika itu istana sedang bersiap-bersiap untuk menyambut
tim Piala Thomas yang baru saja memenangi perlombaan yang diadakan di Tokyo,
Jepang.
Pertemuan pertama Sukarno dan Heldy terjadi ketika Sukarno sedang
menaiki anak tangga di Istana. Waktu itu Sukarno menyempatkan diri untuk
bercakap-cakap dengan Heldy sejenak. Ternyata dari pertemuan itu Sukarno
langsung merasa suka terhadap Heldy, maka dalam beberapa pertemuan berikutnya
Sukarno pun terkesan memberikan perhatian khusus kepada Heldy.
Suatu ketika rumah Erham, kakak Heldy di datangi oleh utusan istana
untuk menyampaikan bahwa presiden akan datang sebentar lagi. Erham yang
terkejut pun langsung menanyakan kepada Heldy perihal kedatangan Presiden.
Heldy pun tak tahu menahu mengenai permasalahan tersebut. Bung Karno hadir
tanpa mengenakan pakaian kebesarannya, hanya memakai kemeja lengan pendek,
celana hitam dan sandal jepit. Rupanya maksud kedatangan Sukarno waktu itu
adalah untuk menguraikan isi hatinya kepada Heldy, akan tetapi Heldy yang
merasa dirinya masih terlalu muda secara halus menolak hanya tersenyum dan
memberikan Heldy hadiah, yaitu sebuah jam tangan bermerek Rolex. Setelah itu
Bung Karno pun mengajak Heldy dan kakaknya makan diluar. Heldy satu mobil
bersama Bung Karno sementara kakaknya di mobil yang lain bersama ajudan Bung Karno.
Di dalam mobil itu Bung Karno mengeluarkan rayuan mautnya kepada Heldy.
“Dik, kau tahu... Kau tidak pernah mencari aku, aku juga tidak
mencari kau. Tapi Allah sudah mempertemukan kita.” begitu ucap Bung Karno,
Heldy yang tak bisa berkata apa apa hanya terdiam didalam mobil.
Usia Heldy ketika itu baru 18 tahun sementara Bung Karno sendiri
sudah mencapai 64 tahun, hampir setengah abad perbedaan usia mereka. Sejak
pertama kali mengungapkan rasa cintanya yang berujung dengan penolakan itu,
Bung Karno tidak menyerah, tapi makin giat dan semakin sering berkunjung ke
rumah Heldy. Lama kelamaan hati Heldy pun luluh dan menerima cinta Bung Karno.
Heldy pun sering diajak Bung Karno untuk bertemu koleganya seperti Dasaad,
Chairul Saleh, J Leimena dan Soebandrio. Bung Karno memang jago kalo dalam
urusan memikat wanita, selain dari tutur katanya yang lembut, Bung Karno juga
sering memberikan hadiah-hadiah dari yang kecil seperti mangga atau salak
hingga minyak wangi dan perhiasan.
Akhirnya pada tahun 1966 Heldy dinikahi oleh Bung Karno dan diberikan
rumah di Kebayoran Baru. Usia perkawinan mereka hanya bertahan sebentar. Hanya
dua tahun. Gejolak politik Indonesia semakin tidak menentu, Sukarno harus
lengser dari tampuk kekuasannya dan “diasingkan” di Wisma Yasso. Pada waktu itu
Heldy sempat mengucap ingin berpisah dari Bung Karno, tapi Bung Karno menolak
walaupun pada akhirnya keduanyapun berpisah. Setelah perpisahannya dengan Bung
Karno Heldy menikah lagi dengan Gusti Suriansyah Noor, keturunan dari Kerajaan
Banjar.
#Jasmerah001
0 komentar:
Posting Komentar