Komitmen
Jepang untuk melanjutkan investasi di Tanah Air merupakan sinyal positif bahwa
Indonesia masih menjadi tujuan investasi yang menarik. Sikap investor dari
Negeri Matahari Terbit itu ini mesti dikemas menjadi pesan yang kuat kepada
para pemilik modal dari negara manapun untuk tidak ragu masuk ke Indonesia.
Apalagi, Jepang sebelumnya sempat ngambek gara-gara kalah tender dari investor China dalam pembangunan kereta api cepat Bandung-Jakarta. Namun akhirnya, mereka pun menyadari bahwa Indonesia yang sedang getol membangun infrastruktur, tidak sekadar memiliki proyek bidang transportasi, Indonesia masih menyimpan banyak peluang di berbagai sektor yang bisa dimonetisasi para pemilik modal.
Jepang
memastikan tidak akan hengkang dari Indonesia karena pemerintah menjanjikan
untuk mempermudah perizinan. Oleh karena itu, kebijakan pemerintah Joko
Widodo-Jusuf Kalla yang berupaya keras untuk mengurangi hambatan investasi
dengan melakukan deregulasi melalui paket kebijakan ekonomi, juga harus
benar-benar menjadi sisi positif dalam menarik penanaman modal asing.
Salah satu
kebijakan dalam paket ekonomi yang diharapan bisa ‘mengalirkan’ investasi asing
adalah revisi daftar negatif investasi (DNI) yang telah dirilis pada awal tahun
ini. Dalam revisi itu, ada 35 bidang usaha yang memungkinkan modal asing bisa
masuk hingga 100%.
Bidang usaha
yang bisa dimasuki modal asing 100% antara lain gudang penyimpanan dan
pendinginan (cold
storage), restoran, kafe, dan industri hulu farmasi. Di luar itu,
pemerintah juga meningkatkan kepemilikan asing di sejumlah usaha misalnya
museum swasta dari 51% menjadi 67% dan jasa konsultasi konstruksi dari 55%
menjadi 67%.
Namun
demikian, mesti diakui, kelonggaran investasi asing melalui perubahan DNI tidak
serta merta membuat arus investasi mengalir deras. Artinya masih diperlukan
implementasi nyata dari kebijakan yang sudah diterbitkan, selain perlu juga
dibarengi dengan insentif-insentif yang menarik bagi investor.
Upaya-upaya
pemerintah dalam meningkatkan indeks kemudahan berbisnis atau menyederhanakan
birokrasi perizinan, patut diapresi-asi. Dalam memperbaiki iklim
investasi, misalnya, proses perizinan yang memakan waktu berbulan-bulan, bahkan
tahunan, kini dipangkas menjadi tiga jam. Izin investasi tersebut mencakup tiga
dokumen, yaitu izin prinsip, akta pendirian perusahaan, serta pener-bitan nomor
pokok wajib pajak.
Fasilitas
perizinan tersebut dituju-kan bagi investor yang menanamkan modal di kawasan
industri minimal Rp 100 miliar atau mempekerjakan 1.000 pekerja.
Kebijakan-kebijakan seperti itu harus diimplementasikan secara maksimal dan
dirasakan kemudahannya oleh investor.
Selain
menghilangkan beragam hambatan investasi melalui paket kebijakan ekonomi,
pemerintah pun diharapkan dapat memberikan persepsi positif kepada para
investor melalui kekompakan anggota kabinet.
Sekadar
menyebut contoh, ketidakkompakan anggota kabinet dalam menyikapi perpanjangan
izin Freeport yang menghebohkan beberapa waktu lalu, dan kini soal skema
investasi Blok Masela bisa menciptakan persepsi yang kurang baik di mata
pemilik modal.
Sehingga kita
mengkhawatir sikap pemerintah yang tidak satu suara dalam masalah-masalah
seperti itu, apalagi menyangkut investasi asing, memberi dampak buruk bagi
investasi di Indonesia.
Di sisi lain,
pemerintah juga perlu menujukkan sikap tegas dalam mengambil keputusan terkait
investasi. Contoh nyatanya dalam tender proyek kereta api cepat
Bandung-Jakarta. Tanpa mengenyampingkan kontroversi dan polemik yang muncul,
keberanian pemerintah yang memenangkan investor China karena siap mengerjakan
proyek itu tanpa ada jaminan pendanaan dari pemerintah, patut diapresiasi.
Bak sebuah
simalakama, keputusan itu diambil di tengah sorotan publik yang demikian besar
dan menimbulkan kekecewaan yang luar biasa dari pihak Jepang, Ketegasan itu pun
akhirnya berbuah kepastian dan, pihak Jepang pun menyadari bahwa kekalahan pada
proyek kereta api cepat, tidak berarti mereka harus hengkang dari Indonesia.
Hal lain yang
patut digarasbawahi dalam membangun kepercayaan investor adalah soal pengadaan
lahan. Selama ini, selain soal keterbatasan tanah, masalah yang kerap kali
muncul dalam masalah ini ada-lah soal pembebasan lahan dan penyelesaian
kesepakatan dengan masyarakat sekitar, termasuk masyarakat adat.
Masih ada
hal-hal yang mesti dibenahi untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam
menarik investasi, diantaranya soal pungutan liar dan korupsi yang menyebabkan
ekonomi biaya tinggi.
Harian ini
berharap paket ekonomi yang sudah digulirkan pemerintah menjadi rangkaian
pembenahan kebijakan yang menyeluruh bersamaan dengan keseriusan dalam
penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Dengan kebijakan yang komprehensif,
kredibilitas pemerintah akan meningkat dan pada akhirnya menciptakan
kepercayaan investor.
#BisnisIndonesia
0 komentar:
Posting Komentar