Kegaduhan di
internal Kabinet Kerja Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil
Presiden Jusuf Kalla belakangan ini seperti hilang setelah Presiden
bersuara keras. Apalagi, kemudian ada sinyal dari Istana tentang pergantian
menteri alias reshuffle kabinet meski dengan catatan. Berbagai kegaduhan yang muncul karena silang pendapat satu
dan dua menteri yang muncul ke permukaan. Semua itu pasti menjadi beban
tersendiri bagi Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi
sebenarnya sudah tepat menyebut pemerintahan nya sebagai Kabinet Kerja
dengan jargon ‘kerja, kerja, kerja’. Presiden dan para pembantunya harus
bekerja ekstra keras untuk menyelamatkan perahu bangsa ini dari
hantaman badai topan perekonomian dunia. Tidak cukup dua kali,
tetapi harus tiga kali lipat, kerja yang diinginkan oleh Presiden Jokowi.
Persoalan yang
dihadapi pada 2016 tidak lebih ringan dibandingkan dengan tahun lalu.
Sebagian malah menyebut periode 12 bulan ini justru tahun pertaruhan
bagi Pemerintahan Jokowi. Kalau pemerintahan sekarang mampu melewati
tahun ini dengan pencapaian yang mentereng, periode-periode selanjutnya
pasti lebih mudah.
Sebaliknya,
kalau tahun ini penuh dengan rapor merah, kepercayaan publik terhadap
Presiden Jokowi pastinya makin tergerus. Melalui Staf Khusus bidang
Komunikasi Johan Budi, Presiden menyatakan keprihatinan atas kegaduhan
yang muncul ke publik karena para menteri berselisih paham bahkan dengan
saling menyalahkan di media massa.
Dalam bahasa
Johan Budi, “Presiden tidak happy.”
Yang patut
dicatat, ungkapan perasaan Presiden Jokowi pada awal bulan ini
bukanlah yang pertama kali. Setidaknya sudah dua kali Presiden mengungkapkan
kekecewaan karena persoalan yang sama.
Tentu bukan hanya
soal kegaduhan yang muncul di publik yang harus menjadi perhatian
Presiden. Kabinet ini harus satu suara untuk menyelesaikan persolan
besar bangsa ini. Bagaimana ceritanya kalau ternyata ada kementerian yang
tidak mendukung apa yang dijalankan oleh kementerian lain.
Presiden
Jokowi harus tegas, bukan cuma bisa memaksa para menterinya agar
‘berdamai’. Tidak cukup hanya menginginkan ‘perdebatan boleh terjadi di
sidang kabinet’. Sebagai pemimpin , Jokowi harus mampu memberi tekanan
kepada para pembantunya untuk bekerja sesuai dengan arahan yang dia
berikan.
Untuk itu,
Presiden Jokowi harus berani cepat mengambil keputusan atas persoalan yang
menjadi silang-sengketa para pembantunya. Menunda penyelesaian untuk
menghentikan polemik tidak selamanya berdampak positif bagi
pemerintahan ini. Menunda bisa saja diartikan sebagai bentuk
ketidaktegasan sikap bukan gambaran kehati-hatian dalam mengambil
keputusan.
Ancaman
pergantian menteri yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada pekan lalu
menyangkut dwelling time, juga patut menjadi perhatian. Kalau memang
reshuffle kabinet menjadi pilihan Presiden Jokowi, lakukan itu dengan
pertimbangan yang matang dalam waktu sesingkat-singkatnya. Jangan juga
terlalu menunda-nunda karena takut dukungan politik
berkurang misalnya.
Kalau ternyata
Presiden tidak bermaksud untuk me-reshuffle kabinet jangan terlalu sering
mengumbar ancaman. Dalam bentuk apapun, ancaman pasti memunculkan rasa
tidak nyaman bagi orang yang merasa mendapatkan ancaman.
Kegaduhan di publik melalui media massa tidak lagi terdengar
karena memang persoalan yang selama ini mengganjal di antara para pembantu
Presiden itu sudah beres. Kita tentu tak ingin menyaksikan bahwa kegaduhan
tidak terdengar lagi karena para menteri khawatir ‘dimarahin’
oleh Presiden Jokowi.
Tidak ada
pilihan lain, Presiden harus memastikan kabinet benar-benar solid dalam
menjalankan rencana-rencana besar pemerintah. Kabinet yang solid saja
belum tentu bisa menyelesaikan persoalan yang tengah dihadapi bangsa
ini—terutama karena faktor eksternal menyangkut perekonomian
global—apalagi kalau kabinet pecah.
Belum lagi
persoalan internal misalnya menyangkut penerimaan negara yang hampir pasti
turun karena Rancangan Undang Undang tentang Tax Amnesty belum bisa
dijalankan. Presiden Jokowi harus pandai-pandai untuk memaksa
Parlemen segera menyelesaikan beleid tersebut.
#BisnisIndonesia
0 komentar:
Posting Komentar