Khoirul
Anwar dianggap gila. Ditertawakan. Bahkan dicemooh. Idenya dianggap muskil. Tak
masuk akal. Semua ilmuwan yang berkumpul di Hokkaido, Jepang, itu menganggap
pemikiran yang dipresentasikan itu tak berguna.
Dari
Negeri Sakura, Anwar terbang ke Australia. Tetap dengan ide yang sama. Setali
tiga uang. Ilmuwan negeri Kanguru itu juga memandangnya sebelah mata. Pemikiran
Anwar dianggap sampah.
Pemikiran
Anwar yang ditertawakan ilmuwan itu tentang masalah power atau catu daya pada
Wi-Fi. Dia resah. Saban mengakses internet, catu daya itu kerap tak stabil.
Kadang bekerja kuat, sekejap kemudian melemah. Banyak orang mengeluh soal ini.
Tak
mau terus mengeluh, Anwar memutar otak. Pria asal Kediri, Jawa Timur, itu ingin
memberi solusi. Dia menggunakan algoritma Fast Fourier Transform (FFT)
berpasangan.
FFT
merupakan algoritma yang kerap digunakan untuk mengolah sinyal digital. Anwar
memasangkan FFT dengan FFT asli. Dia menggunakan hipotesis, cara tersebut akan
menguatkan catu daya sehingga bisa stabil.
Ide
itulah yang diolok-olok ilmuwan pada tahun 2005. Banyak ilmuwan beranggapan,
jika FFT dipasangkan, keduanya akan saling menghilangkan. Tapi Anwar tetap
yakin, hipotesa ini menjadi solusi keluhan banyak orang itu.
Ilmuwan
Jepang dan Australia boleh mengangapnya sebagai dagelan. Tapi dia tak berhenti.
Anwar kemudian terbang ke Amerika Serikat. Memaparkan ide yang sama ke para
ilmuwan Paman Sam.
Tanggapan
mereka berbeda. Di Amerika, Anwar mendapat sambutan luar biasa. Ide yang
dianggap sampah itu bahkan mendapat paten. Diberi nama Transmitter and
Receiver. Dunia menyebutnya 4G LTE. Fourth Generation Long Term Evolution.
Yang
lebih mencengangkan lagi, pada 2008 ide yang dianggap gila ini dijadikan
sebagai standar telekomunikasi oleh International Telecommunication Union
(ITU), sebuah organisasi internasional yang berbasis di Genewa, Swiss. Standar
itu mengacu prinsip kerja Anwar.
Dua
tahun kemudian, temuan itu diterapkan pada satelit. Kini dinikmati umat manusia
di muka Bumi. Dengan alat ini, komunikasi menjadi lebih stabil.
Karya
besar ini ternyata diilhami masa kecil Anwar. Dulu, dia suka menonton serial
kartun Dragon Ball. Dalam film itu, dia terkesan dengan sang lakon, Son Goku,
yang mengeluarkan jurus andalan berupa bola energi, Genkidama.
Untuk
membuat bola tersebut, Goku tidak menggunakan energi dalam dirinya yang sangat
terbatas. Goku meminta seluruh alam agar menyumbangkan energi. Setelah
terkumpul banyak dan berbentuk bola, Goku menggunakannya untuk mengalahkan musuh
yang juga saudara satu sukunya, Bezita.
Prinsip
jurus tersebut menjadi inspirasi bagi Anwar. Dia menerapkannya pada teknologi
4G itu. Jadi, untuk dapat bekerja maksimal, teknologi 4G menggunakan tenaga
yang didapat dari luar sumber aslinya.
Ya,
karya besar ini lahir dari orang desa. Anwar lahir di Kediri, Jawa Timur, pada
22 Agustus 1978. Dia bukan dari kalangan ningrat. Atau pula juragan kaya.
Melainkan dari kalangan jelata.
Sang
ayah, Sudjiarto, hanya buruh tani. Begitu pula sang bunda, Siti Patmi. Keluarga
ini menyambung hidup dengan menggarap sawah tetangga mereka di Dusun Jabon,
Desa Juwet, Kecamatan Kunjang.
Saat
masih kecil, Anwar terbiasa ngarit. Mencari rumput untuk pakan ternak.
Pekerjaan ini dia jalani untuk membantu kedua orangtuanya. Dia ngarit saban
hari. Setiap sepulang sekolah.
Meski
hidup di sawah, bukan berarti Anwar tak kenal ilmu. Sejak kecil dia bahkan
mengenal betul sosok Albert Einstein dan Michael Faraday. Ilmuwan dunia itu.
Anwar suka membaca buku-buku mengenai dua ilmuwan tersebut, padahal tergolong
berat.
Hobi
ini belum tentu dimiliki anak-anak lain. Dan dari dua tokoh inilah, Anwar
menyematkan cita-cita menjadi ‘The Next Einstein’ atau ‘The Next Faraday’.
Cita-cita
tersebut hampir saja musnah. Saat sang ayah meninggal pada tahun 1990. Sang
tulang punggung tiada. Siapa yang akan menopang keluarga? Perekonomian sudah
tentu tersendat. Padahal kala itu Anwar baru saja menapak sekolah dasar.
Anwar
tentu khawatir, sang ibu tak mampu membiayai sekolah. Apalagi hingga perguruan
tinggi. Tapi Anwar memberanikan diri, mengungkapkan keinginan bersekolah setinggi
mungkin kepada sang ibu.
Anwar
menyiapkan diri. Sudah siap apabila sang emak menyatakan tidak sanggup. Tapi
jawaban yang dia dengar di luar dugaan. Bu Patmi malah mendorongnya untuk
bersekolah setinggi mungkin.
“Nak,
kamu tidak usah ke sawah lagi. Kamu saya sekolahkan setinggi-tingginya sampai
tidak ada lagi sekolah yang tinggi di dunia ini,” ucap Anwar terbata, karena
tak kuasa menahan haru saat mengingat perkataan emaknya itu.
Perkataan
itu menjadi bekal Anwar untuk melanjutkan langkah meraih mimpi. Lulus SD, dia
diterima di Sekolah Menengah Pertama (SMP) 1 Kunjang. Kemudian dia meneruskan
ke Sekolah Menengah Atas (SMA) 2 Kediri. Salah satu sekolah favorit di Kota
Tahu itu.
Saat
SMA itulah dia memilih meninggalkan rumah. Dia tinggal di rumah kost, tidak
jauh dari sekolah. Jarak rumah dengan sekolah memang lumayan jauh. Dia sadar
pilihan ini akan menjadi beban sang ibu.
Masalah
itu membuat Anwar harus memutar otak. Dia lalu memutuskan untuk tidak sarapan
demi menghemat pengeluaran. Tetapi, itu bukan pilihan tepat. Prestasi Anwar
turun lantaran jarang sarapan.
“Karena tidak sarapan, setiap jam sembilan pagi kepala saya pusing,” kata dia.
“Karena tidak sarapan, setiap jam sembilan pagi kepala saya pusing,” kata dia.
Kondisi
Anwar sempat terdengar oleh ibu salah satu temannya. Merasa prihatin dengan
kondisi Anwar, ibu temannya itu menawari dia tinggal menumpang secara gratis.
Anwar tidak perlu lagi merasakan pusing saat sekolah. Sarapan sudah terjamin
dan prestasi Anwar kembali meninggi.
Lulus
dari SMA 2 Kediri, Anwar lalu melanjutkan pendidikan ke Institut Teknologi
Bandung (ITB). Dia diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Elektro dan
ditetapkan sebagai lulusan terbaik pada 2000. Dia kemudian mengincar beasiswa
dari Panasonic dan ingin melanjutkan ke jenjang magister di sebuah universitas
di Tokyo.
Sayangnya, Anwar tidak lolos seleksi universitas tersebut. Dia merasa malu dan tidak ingin dipulangkan. Alhasil, dia memutuskan beralih ke Nara Institute of Science and Technology NAIST dan diterima.
Di universitas tersebut, Anwar mengembangkan tesis mengenai teknologi transmitter dan menggarap disertasi bertema sama dalam program doktoral di universitas yang sama pula.
Dan Anwar, kini telah menelurkan karya besar. Temuan yang ditertawakan itu dinikmati banyak orang. Termasuk para ilmuwan yang mengolok-olok dulu.
0 komentar:
Posting Komentar