Sejak pagi
hari kemarin, masyarakat Indonesia di berbagai daerah telah disibukkan
dengan aktivitas dalam rangka menyambut gerhana matahari. Berbagai macam
kegiatan digelar, terutama di 12 provinsi di Pulau Sumatra, Kalimantan dan
beberapa pulau di timur Indonesia yang menjadi tempat melintas gerhana
matahari total ini.
Fenomena alam
yang terbilang langka tersebut tak ayal menjadi target buruan para
peneliti, masyarakat, turis, dan pemerintah daerah sendiri. Beragam acara
diadakan mulai dari shalat gerhana berjamah hingga berkumpul bersama di
alun-alun kota. Bahkan beberapa stasiun televisi saling berlomba-lomba
menayangkan secara langsung peristiwa ini.
Sungguh suatu
sambutan yang meriah begitu terasa dan agak berbeda dengan peristiwa
serupa sebelumnya yang terjadi pada 11 Juni 1983.
Kala itu,
gerhana matahari melewati sejumlah daerah di Pulau Jawa; seperti di Kota
Yogyakarta, Semarang, Solo, Kudus, Madiun, Kediri, Su rabaya; Makassar,
Kendari di Pulau Sulawesi; dan Papua bagian selatan.
Masih hangat dalam
ingatan bagaimana kekhawatiran berlebih itu tampak di sebagaian masyakarat
Indonesia saat menyikapi gerhana matahari pada 1983. Ketidaktahuan
informasi menyebabkan masyarakat lebih memilih tinggal di rumah begitu
gerhana terjadi. Sebagian juga menilai peristiwa ini sebagai bala.
Akibatnya mereka merasa perlu untuk memukul-mukul pohon, membunyikan
kentongan, lesung, bahkan wanita hamil harus bersembunyi di bawah kolong
balai-balai.
Keunikan
sambutan sebagian masyarakat ini bisa dilihat di youtube dari hasil laporan
khusus televisi pemerintah. Kendati pemerintah saat itu sudah berusaha memberi
informasi kepada masyarakat agar tidak bersikap seperti itu, tetap saja masih
banyak yang lebih percaya pada hal bersifat mistik.
Ada yang
menarik dari perbedaan persitiwa serupa yang berselang 33 tahun itu.
Perbedaan mendasar terletak dari lintasan gerhana matahari total di Tanah
Air. Jika pada 1983 lintasan gerhana matahari total itu berbentuk
‘bearish’ atau seperti huruf U terbalik bak perut beruang yang sedang
tidur, kali ini lintasan gerhana berbentuk ‘bullish’ atau seperti
huruf U layaknya tanduk banteng.
Memang tidak
ada kaitan ilmiah antara bentuk lintasan dengan antusias publik
terhadap gerhana matahari total. Tetapi paling tidak, fenomena alam
ini seakan mengajak siapapun untuk berpikir lebih bijak di balik
kekuatan Pencipta alam semesta yang memengaruhi kehidupan manusia.
Paling tidak,
perubahan cara pandang masyarakat yang lebih terbuka saat ini
turut memberikan harapan lebih atas kemampuan dalam menyelesaikan segala
persoalan yang dihadapi.
Salah satu
masalah yang menjadi tantangan pemerintah yaitu masalah fiskal dari
potensi melebarnya defisit anggaran akibat belum
terpenuhinya penerimaan untuk menutupi pengeluaran. Setelah DPR
menolak membahas RUU Tax Amnesty—yang diperhitungkan bisa memberi
tambahan penerimaan Rp80 triliun hingga Rp100 triliun—pemerintah harus
mencari jalan lain guna mengantisipasi segala kemungkinan.
Beberapa cara
dilontarkan mulai dari rencana khusus untuk mencari utang baru hingga
melakukan efisiensi anggaran. Bahkan kali ini, otoritas fiskal mengambil
ancang-ancang untuk melakukan eksekusi pemeriksaan pajak secara massif,
tidak hanya kepada korporasi tetapi juga individu.
Menurut,
Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro, langkah ini masih sejalan dengan roadmap
Ditjen Pajak yang menetapkan 2016 sebagai tahun penegakan hukum setelah
tahun lalu menjadi tahun pembinaan lewat program reinventing policy. Pesan
yang ingin disampaikan pemerintah jelas, akan ada penegakan hukum pajak
besar-besaran pada tahun ini.
Seperti
diketahui, tahun lalu Presiden Joko Widodo telah mencanangkan tahun lalu
sebagai tahun pembinaan Wajib Pajak untuk diberi kesempatan melaporkan
pajak yang belum pernah disampaikan atau melakukan pembetulan atas SPT
yang telah dilaporkan. Upaya ini dibarengi dengan pemberian fasilitas berupa
penghapusan sanksi administrasi yang timbul akibat pelaporan tersebut.
Dalam
menyikapi rencana penegakan hukum ini, WP tentu sudah seharusnya melihat
kembali kepatuhan perpajakannya selama ini apakah sudah dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.
Akan tetapi,
harian ini juga mengingatkan agar implementasi penegakan hukum yang
diinginkan pemerintah melalui penagihan aktif, pemeriksaan, dan penyidikan
tetap mengacu kepada prinsip keadilan.
Langkah untuk
mengejar penerimaan pajak melalui penegakan hukum ini tidak boleh
mengganggu iklim investasi dunia usaha yang telah menunjukkan indikasi
bullish. Tentu kita tidak ingin niat ini malah menciptakan gerhana bagi
dunia usaha.
#BisnisIndonesia
0 komentar:
Posting Komentar