Korupsi, narkoba, dan terorisme disebut sebagai tiga serangkai kejahatan
luar biasa di negeri ini. Segenap upayadan daya dikerahkan untuk membasmi
ketiga jenis kejahatan tersebut.
Para penyelenggara negara, termasuk kepala daerah, diharapkan
berada di ujung terdepan untuk memerangi kejahatan luar biasa, terutama narkoba.
Persoalan narkoba diberi penekanan khusus karena negeri ini sesungguhnya berada
dalam kondisi darurat narkoba.
Bukan tanpa sebab pula apabila kepala daerah diharapkan berada di
garda terdepan memerangi narkoba. Salah satu syarat mutlak yang dipenuhi seorang
calon kepala daerah ialah surat keterangan bebas dari narkoba.
Kita boleh berasumsi, setiap orang yang bertarung dalam pemilihan
kepala daerah tentu mereka yang bebas dari narkoba. Pun, setiap orang yang
dilantik menjadi kepala daerah sudah pasti menjauhkan diri dari barang laknat tersebut.
Dengan perkataan singkat, kepala daerah mestinya orang yang bersih dari narkoba
karena ia mengantongi surat keterangan bebas narkoba.
Alangkah terkejut bukan kepalang kita kala Badan Narkotika Nasional
(BNN) menetapkan Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Noviadi Mawardi sebagai tersangka
setelah hasil tes urine membuktikan bahwa kepala daerah yang baru dilantik pada
17 Februari 2016 itu positif mengandung metamfetamin.
Itu artinya, kurang dari satu bulan setelah dilantik menjadi kepala
daerah, Bupati Ogan Ilir ditangkap terkait dengan narkoba. Kita lebih terkejut lagi,
ternyata, Ahmad Wazir Noviadi sudah diincar BNN sejak tiga bulan lalu. Bahkan,
ini yang membuat prihatin, ada informasi bahwa Ahmad Wazir Noviadi memakai
narkoba pada saat dilantik.
Setidaknya ada dua persoalan besar yang patut digugat. Pertama,
surat bebas narkoba yang dibuat sebagai syarat pencalonan kepala daerah ialah
surat bodong. Rumah sakit dan dokter yang mengeluarkan surat itu patut dimintai
pertanggungjawaban.
Kedua, ini tidak kalah pentingnya, sumpah atau janji yang diucapkan
sang bupati saat pelantikan tidak diucapkan dalam keadaan sadar jiwa dan
raganya. Bisa jadi, ia mengucapkan sumpah dan janji itu masih dalam pengaruh narkoba.
Inilah bencana moral paling dahsyat di negeri ini karena seorang
pejabat publik mempermainkan sumpah dan janji. Kata-kata sumpah itu, jika
disimak dan direnung-renungkan, membuat kita merinding. Bayangkan, ia bersumpah
atas nama Tuhan.
Langsung atau tidak langsung, harus jujur pula dikatakan, bahwa
penangkapan Bupati Ogan Ilir karena mengonsumsi narkoba ikut memperburuk citra
partai politik yang mengusungnya. Bisa saja ditafsirkan bahwa partai politik
asal asalan, yang penting mahar terpenuhi, dalam mengusung calon kepala daerah.
Tidak ada cara lain, Ahmad Wazir Noviadi harus diberhentikan dari jabatan
Bupati Ogan Ilir. Ia tidak lagi layak menjadi pemimpin. Ia telah gagal menjadi
anutan bagi warga yang dipimpinnya. Hukuman yang setimpal harus dijatuhkan jika
dia kelak terbukti sebagai pengedar. Akan tetapi, jika dia pemakai, hendaknya
yang bersangkutan direhabilitasi.
Bisa jadi, kasus Bupati Ogan Ilir hanya puncak dari gunung es.
Bukan mustahil banyak kepala daerah lain yang ikut ikutan mengonsumsi narkoba.
Karena itu, patut dipertimbangkan agar seluruh penyelenggara negara
dari pusat hingga daerah wajib mengikuti tes narkoba yang dilakukan secara
serentak untuk itu. Dalam kaitan itu pula kelembagaan BNN perlu naik kelas
setingkat menteri.
#MediaIndonesia
0 komentar:
Posting Komentar