Di luar kisah dan intrik yang terjadi pada Sukarno dalam
perjalanan politiknya, sang presiden juga punya petulangan cinta yang seru
untuk diikuti. Tidak tanggung-tanggung, Sukarno punya sembilan orang wanita
yang ia persunting sebagai istri. Kharisma dan serta rayuan-rayuan mautnya
sukses membuat wanita-wanita ini jatuh hati kepada sosok Sukarno. Mereka pun
ikut mewarnai kehidupan Sukarno, baik secara personal, maupun secara politis.
Berbeda dengan wanita-wanita sebelumnya yang mengisi hari-hari
Sukarno, Ratna Sari Dewi adalah seorang wanita dari luar negeri, yaitu Jepang.
Nemoto Naoko, adalah nama asli gadis Negeri Sakura ini. Dia pertama kali bertemu
dengan Sukarno ketika Sukarno melakukan kunjungan ke Jepang dan sedang melepas
lelah di kawasan Akasaka. Dewi pertama kali dikenalkan oleh salah satu kolega Sukarno
dari Jepang, Kubo Masao. Nemoto Naoko yang pandai dalam menyanyi dan menari pun
langsung memicu ketertarikan Sukarno yang mencintai dunia seni. Setelah pertemuan
itu, Sukarno dan Nemoto sering berkirim surat melalui kedutaan besar Indonesia di
Tokyo. Puncaknya pada tanggal 18 Agustus 1959, Presiden Sukarno berkirim surat
yang berbeda dari biasanya, pada kesempatan kali ini Presiden Sukarno
mengundang Nemoto untuk datang dan berlibur ke Indonesia. Kurang dari satu
bulan setelah diterimanya surat itu, Nemoto datang ke Indonesia dengan menyamar
sebagai salah satu karyawan perusahaan Tonichi milik Kubo Masao.
Ratna Sari Dewi |
Selama di Indonesia, Sukarno secara pribadi sering mengajak Nemoto
untuk berjalan-jalan. Setelah menjalin hubungan beberapa waktu, Sukarno pun
akhirnya melamar Nemoto untuk menjadi istrinya. Mereka berdua menikah pada
tanggal 3 Maret 1962 dengan upacara yang berlangsung sederhana dan dengan mas
kawin sebesar Rp. 5,-. Setelah menikah dengan Sukarno, nama Nemoto pun diubah
menjadi Ratna Sari Dewi.
Pada awal pernikahannya, Dewi merasa kehidupannya sangat berat.
Dirinya yang merupakan orang Jepang dibenci oleh orang-orang disekitarnya dan
ibunya sendiri pun merasa sangat sedih karena hal ini, hingga akhirnya
meninggal dunia. Sukarno yang paham mengenai kesedihan istrinya ini mendirikan sebuah
rumah yang kelak dinamai Wisma Yaso, sesuai dengan nama adik Dewi yang sudah
meninggal dunia. Untuk bisa diterima lebih baik oleh masyarakat Indonesia Dewi pun
belajar bahasa Indonesia dan seringkali mengenakan pakaian adat Indonesia. Meskipun
ada perbedaan umur yang sangat mencolok di antara keduanya, hal itu tak
menghalangi besar cinta Sukarno terhadap Dewi. Sukarno pernah menuliskan Surat
kepada Dewi yang isinya sangat romantis. Begini Petikannya:
“Kalau aku mati, kuburlah aku di bawah pohon yang
rindang. Aku mempunyai seorang istri, yang aku cintai dengan segenap jiwaku. Namanya
Ratna Sari Dewi. Kalau ia meninggal kuburlah ia dalam kuburku. Aku menghendaki ia
selalu bersama aku.”
#Jasmerah001
0 komentar:
Posting Komentar